Kebijakan Anggaran Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi: Pemangkasan Anggaran Kerja Sama Media Massa Menuai Kontroversi

Byeditor

Mei 12, 2025

Kebijakan Anggaran Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi: Pemangkasan Anggaran Kerja Sama Media Massa Menuai Kontroversi

BANDUNG – Kebijakan Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, yang memangkas anggaran untuk kerja sama dan iklan di media massa dari Rp50 miliar menjadi hanya Rp3 miliar dalam APBD Pemprov Jawa Barat Tahun Anggaran 2025, sebagai respons terhadap Inpres 1/2025 mengenai Efisiensi Belanja, telah menuai kontroversi.

Ketua Setwil Jabar Forum Pers Independen Indonesia (FPII), Ir. Jaya Taruna, menilai pemangkasan anggaran media yang mencapai 94 persen ini menunjukkan bahwa media tidak diprioritaskan oleh pemerintahan KDM. Ia berpendapat bahwa investasi dalam kerja sama dengan media seharusnya dipandang sebagai upaya untuk memperkuat demokrasi, bukan sebagai beban anggaran.

“Pemangkasan anggaran sebesar 94 persen ini bukanlah efisiensi, melainkan tindakan yang dapat membatasi peran media. Jika memang demi efisiensi, mengapa tidak dihapus sekalian?”  ungkap Jaya pada Senin (12/5/2025).

Media, menurutnya, tidak hanya berfungsi sebagai saluran informasi, tetapi juga sebagai mitra dalam pembangunan serta pengawasan transparansi dan akuntabilitas pemerintahan. Media adalah salah satu pilar penting dalam demokrasi. Jaya mengingatkan Agar Gubernur Dedi Mulyadi memahami esensi Kebebasan Pers, sehingga menyadari betapa pentingnya peran pers dalam kehidupan demokrasi dan pembangunan di Indonesia. Sebagaimana diatur dalam UU 40/1999 tentang Pers, yang merupakan salah satu produk legislasi pertama setelah reformasi 1998, pentingnya kebebasan pers tidak dapat diremehkan.

“Apakah dia menyadari bagaimana kehidupan para wartawan, terutama yang berada di Jawa Barat, yang bekerja 24 jam tanpa libur demi mendapatkan informasi? Seharusnya, KDM terjun ke lapangan dan membuat konten tentang kehidupan nyata para wartawan. Hal ini pasti akan menambah jumlah pengikutnya,”  tambahnya.

Lanjutnya, Kebijakan KDM mengenai kerja sama media dapat menjadi berbahaya, terutama jika diikuti oleh para bupati dan wali kota di Jawa Barat, terlebih lagi di era persaingan yang tidak seimbang dengan platform media sosial saat ini. Menurutnya, perusahaan pers mengalami kesulitan yang besar, dan perhatian dari pemerintah sangat minim.

Pemangkasan anggaran ini dapat menciptakan prasangka negatif terhadap independensi media. Oleh karena itu, Jaya meminta KDM untuk menjelaskan secara terbuka mengenai nomenklatur anggaran ini kepada publik.

“Kami berharap KDM, yang dikenal sebagai gubernur yang berani dan transparan, dapat membuka alokasi anggaran kerja sama media di Pemprov Jabar selama ini, agar kita bisa mengidentifikasi masalah yang ada,”   jelas Jaya.

Program-program pemerintah tidak akan berhasil tanpa dukungan dari publik yang terinformasi dengan baik. Melalui media, informasi mengenai berbagai program yang dilaksanakan oleh Pemprov Jawa Barat dapat disebarkan secara luas dan mendapatkan tanggapan dari masyarakat. Dengan mengurangi anggaran tersebut, Gubernur Dedi Mulyadi berisiko menghambat publikasi yang berfungsi sebagai sarana sosialisasi dan dukungan terhadap berbagai inisiatif pemerintah daerah.

“Dengan demikian, kami dari FPII Jabar mengundang Gubernur KDM untuk melakukan audiensi atau dialog dengan tema pers. Waktu dan tempat dapat disesuaikan dengan agenda gubernur, agar tidak terjadi kesalahpahaman mengenai persoalan pers ini,”  tutup Jaya.

Fadilah