GARUT – Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Balinkras tengah menangani laporan dari warga terkait dugaan penyalahgunaan wewenang oleh pengelola Badan Usaha di salah satu desa di Kabupaten Garut. Direktur badan usaha tersebut diduga telah menyalahgunakan kewenangannya dalam pengelolaan anggaran, yang seharusnya dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat desa.
Berdasarkan keterangan Ketua LBH Balinkras DPC Garut, Dini Agustini, SH., SI.P selaku kuasa hukum dari warga yang melapor, dana penyertaan modal yang bersumber dari pemerintah dan telah ditransfer ke rekening badan usaha diduga telah dipindahkan secara sepihak ke rekening perorangan oleh direktur tanpa sepengetahuan pengurus lainnya.
“Kami menerima laporan bahwa direktur ini mengalihkan dana dari rekening resmi lembaga ke rekening perorangan, tanpa persetujuan, dan bahkan tidak melibatkan pengurus lainnya dan bendahara yang seharusnya memiliki wewenang atas pengelolaan keuangan,” jelas Dini.
Masalah ini terungkap ke publik setelah saldo rekening BUMDes diketahui hampir kosong, hanya menyisakan puluhan ribu rupiah. Hal ini sontak menimbulkan keresahan di tengah masyarakat.
Kajian Hukum: Peluang Jeratan Pasal Korupsi
Dugaan penyalahgunaan kewenangan dalam pengelolaan dana badan usaha ini dapat dikaji dalam perspektif hukum pidana korupsi, terutama mengingat dana yang dikelola berasal dari penyertaan modal pemerintah dan digunakan untuk kepentingan publik.
Berikut beberapa regulasi yang berpotensi menjerat pelaku:
- Pasal 3 UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 (Tindak Pidana Korupsi)
“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara…”
Unsur terpenuhi:
Penyalahgunaan wewenang sebagai direktur.
Dana berasal dari keuangan negara.
Tindakan menguntungkan diri sendiri melalui penguasaan dana.
Menimbulkan kerugian terhadap lembaga yang dibiayai negara.
- Pasal 8 UU Tipikor (Penggelapan dalam Jabatan)
“Pegawai negeri atau orang selain pegawai negeri yang ditugaskan menjalankan suatu jabatan umum secara terus menerus atau untuk sementara waktu, yang dengan sengaja menggelapkan uang atau membiarkan uang itu digelapkan […] dipidana penjara paling lama 15 tahun.”
Meski direktur BUMDes bukan ASN, namun dalam kapasitasnya sebagai pengelola dana publik, ia termasuk dalam subjek hukum pasal ini.
Tindakan memindahkan dana ke rekening pribadi tanpa dasar hukum bisa dikualifikasikan sebagai penggelapan.
- Pasal 372 KUHP (Penggelapan) – Subsider
Sebagai alternatif, jika tidak bisa dibuktikan sebagai korupsi, pelaku bisa dijerat dengan Pasal 372 KUHP:
“Barang siapa dengan sengaja memiliki barang milik orang lain yang ada padanya bukan karena kejahatan, diancam karena penggelapan.”
Namun, karena dana yang digelapkan bersumber dari pemerintah, pendekatan utama tetap menggunakan UU Tipikor.
Masyarakat Desak Tanggung Jawab dan Transparansi
Dini menegaskan bahwa pihaknya akan mendalami seluruh bukti dan informasi. Jika dalam waktu dekat tidak ada itikad baik dari sang direktur untuk mengembalikan dana dan mengundurkan diri, maka LBH Balinkras siap membawa perkara ini ke ranah hukum.
“Masyarakat menunggu itikad baik. Tapi jika itu tidak kunjung datang, kami akan segera membuat laporan ke aparat penegak hukum,” ujar Dini.
Seorang tokoh pemuda desa juga menyuarakan hal serupa dan menyatakan siap mengawal proses hukum hingga tuntas.
“Kami ingin marwah BUMDes dikembalikan. Tidak boleh pengurus lain ikut tercoreng hanya karena ulah satu orang,” ujarnya.*